Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan Presiden AS, dengan mengalahkan Kamala Harris pada Rabu (6/11), memberikan dampak besar bagi pasar keuangan global.
Dengan perolehan lebih dari 270 suara elektoral, Trump kembali menegaskan posisinya sebagai pemimpin dengan visi proteksionis, yang kali ini berpotensi mengguncang keseimbangan ekonomi global, termasuk Indonesia.
Kemenangan ini memicu euforia pasar saham AS, dengan indeks S&P 500, Nasdaq, dan DJIA mencetak rekor tertinggi pada hari yang sama.
Namun, reaksi serupa tidak terjadi di Indonesia. IHSG justru mengalami tekanan dengan outflow asing mencapai Rp1,1 triliun dan koreksi harian -1,4% pada 6 November.
Sentimen negatif ini disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap kebijakan proteksionis Trump, yang berencana menurunkan pajak korporasi hingga 15% serta menetapkan tarif impor 10-20% pada produk global dan 60% khusus China. Kebijakan ini berpotensi memperkuat dolar AS, yang bisa memberi tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Efek Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Di sisi lain, pada Kamis (7/11), The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar -25 basis poin (bps) menjadi 4,5–4,75%, sesuai ekspektasi konsensus. Namun, pasar masih menanti langkah lebih lanjut pada Desember, meski probabilitas pemangkasan suku bunga lanjutan turun dari 79,7% menjadi 64,9% pada 11 November. Kebijakan ini menandakan bahwa The Fed terus mengamati stabilitas ekonomi AS sambil merespons potensi risiko global yang mungkin muncul.
Untuk investor di Indonesia, keputusan The Fed bisa menjadi peluang investasi pada obligasi jangka pendek yang lebih stabil. Obligasi ST013-T2, misalnya, menawarkan tenor 2 tahun dengan risiko rendah dan imbal hasil menarik. Instrumen ini cocok bagi investor yang mencari stabilitas di tengah ketidakpastian global.
Sementara itu, data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 lebih rendah dari ekspektasi, hanya mencapai 4,95% YoY dibandingkan perkiraan 5%. Kondisi ini menandakan perlambatan yang mungkin diperparah oleh kebijakan Trump yang dapat memperkuat dolar AS. Penguatan dolar bisa mempersempit ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga demi menjaga stabilitas rupiah, yang menjadi tantangan tambahan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain itu, penguatan dolar dapat memicu arus keluar dari investor asing, terutama di sektor yang memiliki eksposur besar dalam dolar AS. Namun, kondisi ini juga menciptakan peluang bagi investor domestik untuk mengakuisisi saham berkualitas yang mengalami koreksi harga.
Harga Emas Turun, Investor Beralih ke Aset Risiko
Terpilihnya Donald Trump juga berdampak signifikan terhadap harga emas. Pada Selasa lalu, harga emas jatuh hingga sekitar US$2.600 per troy ounce, menandai penurunan tiga sesi berturut-turut dan mencapai titik terendah sejak 20 September. Penurunan ini didorong oleh penguatan dolar AS serta berkurangnya permintaan untuk aset-aset yang lebih aman.
Harga emas biasanya meningkat ketika ada ketidakpastian atau risiko tinggi dalam ekonomi global. Namun, kemenangan Trump telah mendorong pergeseran minat investor ke aset-aset risiko, seperti saham, karena optimisme atas kebijakan fiskal yang diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS.
Dengan fokus Trump pada kebijakan proteksionis dan langkah-langkah tarif, ada potensi lonjakan inflasi yang cukup besar, memengaruhi ekspektasi terhadap kebijakan The Fed.
Kemenangan Trump membuka spekulasi bahwa tarif impor dapat diterapkan lebih awal dalam masa kepresidenannya, yang dapat mendorong kenaikan harga barang impor dan inflasi dalam negeri.
Kondisi ini menyebabkan investor menilai bahwa The Fed mungkin perlu menunda siklus pemangkasan suku bunga tahun depan, berlawanan dengan ekspektasi pelonggaran sebelumnya.
Saat ini, probabilitas penurunan suku bunga di bulan Desember turun dari hampir 80% menjadi 65%. Spekulasi ini berimbas pada dolar AS yang menguat, yang secara historis berbanding terbalik dengan harga emas karena emas menjadi relatif lebih mahal bagi investor dengan mata uang lain.
Di tengah penurunan harga emas global, permintaan emas di India justru menunjukkan peningkatan yang signifikan. Menurut data World Gold Council, kepemilikan exchange-traded funds (ETF) emas India mencapai 54,5 ton per 31 Oktober, menggandakan jumlahnya dalam empat tahun terakhir. Kenaikan ini mencerminkan peningkatan minat investasi emas di pasar India, terutama sebagai aset pelindung nilai.
0 Komentar