Sobat Recehin, gembar-gembor hasil pemilihan umum berdampak juga ke pasar saham Tanah Air. Terutama lebih ke situasi domestik yang terjaga meski kontestasi pemilu, yang mencari sosok calon presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif itu berlangsung tanpa gangguan keamanan yang berarti.
Saat ini perhitungan real yang sedang berlangsung terus mendukung hasil Quick Count. Kemenangan besar Prabowo-Gibran telah menyebabkan lonjakan arus modal masuk.
Perhitungan nyata yang sedang berlangsung oleh KPU, yang telah melampaui 50% lokasi pemungutan suara, lebih lanjut mendukung hasil-hasil awal ini.
Menurut analis BRI Danareksa Sekuritas, hasil kemenangan putaran pertama (dan kemungkinan besar satu putaran saja) seharusnya mengurangi ketidakpastian, terutama mengenai kontinuitas kebijakan, yang menjadi faktor positif yang signifikan bagi investor. Ini ditunjukkan dengan arus masuk asing melonjak minggu lalu.
Kemenangan putaran pertama dengan margin yang signifikan meningkatkan hasil keseluruhan, meskipun masih ada potensi untuk hasil ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
“Euforia di pasar sekarang bergeser ke arah inisiatif ekonomi kunci Prabowo. Kami menelusuri lebih dalam rencana ekonomi kunci Prabowo, dengan fokus khusus pada pelaksanaan program Makan Gratis, prospek defisit fiskal, dan dorongan menuju rasio pajak 23%,” tulis duo analis BRI Danareksa Sekuritas, Helmy Kristanto dan Kefas Sidauruk, dalam riset terbarunya.
Realisasi Program Makan Gratis
Pertama, seperti yang diuraikan dalam visi kampanye Prabowo, program makan gratis, yang menjangkau 82 juta siswa dan ibu hamil, diharapkan akan diluncurkan sepenuhnya pada tahun 2029. Program ini akan secara bertahap diperkenalkan mulai 2025 hingga 2029, dengan fokus pada mengatasi prevalensi stunting yang tinggi dan memprioritaskan provinsi-provinsi dengan tingkat yang tinggi.
Cakupannya diproyeksikan akan berkembang dari 20% dari total siswa pada tahun 2025 menjadi mencakup 100% pada 2029. Dengan anggaran harian Rp16.000/penerima, disesuaikan dengan inflasi setiap tahun, analis memproyeksikan anggaran program ini mencapai Rp424 triliun pada 2029.
Meskipun pada awal program ini, mungkin tidak menyebabkan pergeseran signifikan dalam prioritas pengeluaran fiskal, seiring berjalannya waktu, pentingnya reprioritisasi fiskal semakin meningkat.
“Opsi untuk mengalihkan subsidi bahan bakar potensialnya akan menempatkan konsumsi pada risiko, meskipun realisasi terbaru untuk kedua subsidi bahan bakar dan realisasi kompensasi berada di bawah target,” katanya.
Selama tahun-tahun awal masa jabatan Prabowo, masih ada ruang dalam ruang fiskal untuk menampung peningkatan pengeluaran. Pengeluaran yang tinggi seperti itu dapat dipenuhi melalui utang tambahan sambil memastikan rasio utang terhadap PDB tetap <3%. Namun, mulai dari tahun ketiga ke atas, pemerintahan baru harus memperkuat upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pendapatan untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3%.
Target Rasio Pajak Sulit Tercapai
Fokus utamanya lainnya yang menarik adalah target mencapai rasio pajak 23%, sebuah kebijakan ekonomi yang signifikan. Menurut analis, meskipun mengasumsikan pertumbuhan PDB Nominal 9% tahunan selama lima tahun mendatang, mencapai rasio pajak 23% tampak sulit dan akan memerlukan inisiatif yang luas.
“Secara historis, rasio pajak rata-rata 10,6% sejak 2010 (tidak termasuk tahun COVID-19), dan untuk mencapai perkiraan PDB Nominal 2029 kami sebesar Rp35.039 triliun akan membutuhkan pertumbuhan pengumpulan pajak 9% tahunan antara 2024-29, melebihi tingkat pertumbuhan lima tahunan dan sepuluh tahunan masing-masing sebesar 7,2% dan 7,3%,” katanya.
Oleh karena itu, mencapai rasio 23% pada 2029 menuntut lonjakan signifikan sebesar 27% dalam pengumpulan pajak pemerintah, lebih dari dua kali lipat dan lonjakan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Prabowo berencana untuk mewujudkannya dengan memisahkan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan. Namun, menurut analis, mengandalkan strategi pajak saat ini saja dapat membuat target sulit tercapai, serta memerlukan inisiatif yang lebih luas.
0 Komentar