Receh.in - PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) membeli Gedung Wisma ANTARA di Jalan Merdeka Selatan No. 17.
Berdasarkan keterbukaan di IDX, BSI menyebut transaksi diakukan pada 19 September 2022. Nilai transaksi mencapai Rp755 miliar untuk tanah dan bangunan berlantai 21 tersebut.
BSI membeli Wisma Antara dari PT Anpa Internasional dengan sumber pendanaan dari modal (equity).
Sekretaris Perusahaan Bank BSI Gunawan Arief Hartoyo mengatakan nilai transaksi itu adalah harga sebelum pajak yang terkait dengan transaksi pembelian tanah dan bangunan.
Kabarnya, gedung ini akan dibangun ulang dan bakal terkoneksi dengan kawasan Gedung Danareksa dan Kementerian BUMN.
Kawasan gedung Danareksa sendiri adalah kompleks perkantoran yang menaungi dua proyek perkantoran bursa yaitu Gedung Bursa (Gedung Danareksa, kini sudah digusur) dan Gedung Danareksa (Gedung Garuda Indonesia dan selanjutnya Gedung Kementerian BUMN).
Menurut setiapgedung.web.id, keduanya merupakan bagian dari pembangunan kawasan Medan Merdeka Selatan dan booming perkantoran di era Orde Baru.
Antara Gedung Wisma Antara dan Gedung Danareksa dipisahkan sebuah jalan yakni Jl. H. Agus Salim.
Profil Gedung Wisma ANTARA
Gedung Wisma Antara adalah bangunan
perkantoran berketinggian kurang lebih 70 meter, memiliki 21 lantai ditambah
basement. Wisma Antara merupakan gedung “semi-swasta” yang
menjadi markas besar dari Lembaga Kantor Berita Negara ANTARA – LKBN ANTARA –
sejak 29 Juni 1981.
Bangunan
yang terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan No. 17 Gambir, Jakarta Pusat ini dirancang oleh tim arsitek Jan Brouwer Associates dari Den Haag,
Belanda, bersama dengan tim perancang dari cabang perancang arsitektur di
Wiratman & Associates.
Lokasi
bangunan Wisma Antara dahulunya adalah kantor RRI Medan
Merdeka Selatan. RRI
sendiri sudah pindah ke kantor barunya di Medan Merdeka
Barat.
Menurut
sejumlah catatan, perancangan gedung ini sudah dimulai sejak
1970, tetapi pembangunannya baru dimulai pada 26 September 1973.
Pada
mulanya, gedung Wisma Antara dibangun oleh perusahaan
bernama PT Djasa Djaja Agung. Namun kemudian ambgkrak karena kondisi ekonomi
dan kebijakan ekonomi pada
1973-1975, krisis Pertamina dan Kenop 15.
Pertengahan 1979, konstruksi kembali
dilanjutkan oleh Decorient Indonesia, dan selesai dibangun sepenuhnya pada 1981.
Gedung mulai ditempati sejak Juni 1981 oleh beberapa kantor berita global dan
perusahaan besar.
Wisma ANTARA pernah menjadi subjek sengketa sejak 2006. Masalah gedung
ini mencuat ke publik setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan
kejanggalan bahwa LKBN ANTARA tidak menerima apa-apa dari Wisma ANTARA sesuai
tujuan dari pembangunan gedung rancangan Jan Brouwer Associates ini.
Mulanya, gedung ini dimiliki bersama antara Pabema (Belanda) dan LKBN ANTARA – yang saat itu
belum berbadan hukum – melalui Antara Kencana Utama Estate Limited (AKUEL),
dengan payung ANPA Internasional.
Nah, pada April 1987, saham Pabema ini dibeli C&P Realty dari Singapura, yang
dibonceng Djoko Tjandra sebagai perwakilan Indonesia.
Selanjutnya,
5 bulan kemudian, status penanaman modal berubah dari
asing ke dalam negeri, sehingga saham Pabema dialihkan ke perusahaan lokal
milik Djoko Tjandra (DT).
Pihak LKBN ANTARA, melalui Drs. Moerdiono
(merangkap Menteri Sekretaris Negara), tidak terima dengan manuver Djoko
Tjandra dan menuntut permohonan maaf tertulis.
Menurut pemberitaan Gatra, peralihan
status Pabema oleh DT-lah yang menyebabkan status AKUEL tidak jelas, dan
tiba-tiba muncul nama Antara Kencana Utama (tanpa kata Estate Limited,
disingkat PT AKU) di rapat umum pemegang saham ANPA pada 2004, berikut
pemegang saham PT AKU.
Disebutkan juga bahwa ANPA Internasional
melanggar kerja sama build-operate-transfer
dengan LKBN ANTARA dengan tetap menguasai Wisma ANTARA setelah kerja sama itu selesai pada 2003.
Bahkan hak guna bangunannya diperpanjang ke 2033, sedangkan Antara
Kencana Utama bukan milik LKBN ANTARA, melainkan pewarisnya.
Inilah yang menyebabkan pemerintah melalui
LKBN ANTARA menuntut ANPA Internasional mengembalikan gedung setinggi 70 meter
ini kepada negara.
0 Komentar