Receh.in – PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) adalah perusahaan batu bara terkemuka di Indonesia.
Operasi pertambangan batu bara terbesarnya berada di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah melalui entitas PT Adaro Indonesia (AI).
AI memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) dengan Pemerintah Indonesia hingga tahun 2022 dengan hak untuk memperpanjang periode kontrak berdasarkan persyaratan dan ketentuan dalam PKP2B maupun peraturan perundangundangan yang berlaku.
PT Adaro Energy Indonesia Tbk (dahulu PT Adaro Energy Tbk) didirikan
berdasarkan Akta Notaris Sukawaty Sumadi, S.H., Notaris di Jakarta, No. 25,
tertanggal 28 Juli 2004. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada Juli
2005.
Akta pendirian Perusahaan diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia No. 59, tertanggal 25 Juli 2006, Tambahan
Berita Negara No. 8036 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia
dengan Surat Keputusan No. C-21493 HT.01.01.TH.2004, tertanggal 26 Agustus
2004.
Anggaran Dasar Perusahaan telah diubah
beberapa kali dengan perubahan terakhir berdasarkan Akta No. 16 tertanggal 15
Februari 2022 yang dibuat di hadapan Notaris Humberg Lie, S.H., S.E., M.Kn.,
Notaris di Jakarta, untuk mengubah nama Perusahaan menjadi PT Adaro Energy
Indonesia Tbk.
Perubahan Anggaran Dasar ini telah mendapatkan
persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
berdasarkan surat keputusan No. AHU-0011776.AH.01.02.TAHUN 2022 tertanggal 16
Februari 2022.
Pada Juli 2008, Perusahaan melakukan Penawaran
Umum Saham Perdana sebanyak 11.139.331.000 lembar saham (34,8% dari
31.985.962.000 modal saham yang ditempatkan dan disetor penuh). Penawaran
kepada masyarakat tersebut dicatat di Bursa Efek Indonesia pada 16 Juli 2008.
Maksud dan Tujuan Perusahaan
Adaro menjalankan usaha dalam bidang aktivitas kantor pusat dan konsultasi
manajemen (untuk kegiatan usaha entitas anak Perusahaan yang bergerak dalam
bidang pertambangan, penggalian, jasa penunjang pertambangan, perdagangan
besar, angkutan, pergudangan dan aktivitas penunjang angkutan, penanganan kargo
(bongkar muat barang), aktivitas pelayanan kepelabuhanan laut, pertanian
tanaman, konstruksi, reparasi dan pemasangan mesin, pengadaan listrik,
pengelolaan air, kehutanan dan industri).
Perusahaan berdomisili di Jakarta dan
berlokasi di Gedung Menara Karya, lantai 23, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5,
Kav. 1-2, Jakarta Selatan.
PT Adaro Strategic Investments merupakan
pengendali langsung dari Perusahaan. PT Adaro Strategic
Investments mempunyai kemampuan untuk menentukan secara langsung pengelolaan
dan/atau kebijakan Adaro Energy Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 4 huruf b Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 9/POJK.04/2018 tentang
Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
Christian Ariano Rachmat, Crescento Hermawan,
Garibaldi Thohir, Michael W.P. Soeryadjaya, masing-masing sebagai anggota
Direksi PT Adaro Strategic Investments adalah Pemilik Manfaat (Ultimate
Beneficial Owner) Adaro Energy Indonesia
Pemilik Manfaat PT Adaro Strategic Investments
memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk memengaruhi atau mengendalikan
Perusahaan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun, sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e Peraturan Presiden No. 13/2018.
Manajemen Perusahaan
Berdasarkan Akta No. 9 tertanggal 11 Juni 2019
juncto Akta No. 31 tertanggal 20 Mei 2021, yang keduanya dibuat di hadapan
Humberg Lie, S.H., S.E., M.Kn., Notaris di Jakarta, susunan Dewan Komisaris dan
Direksi Perusahaan pada tanggal 31 Desember 2021 dan 2020 adalah sebagai
berikut:
Presiden Komisaris |
Edwin Soeryadjaya |
Wakil Presiden Komisaris |
Theodore Permadi Rachmat |
Komisaris |
Arini Saraswaty Subianto |
Komisaris Independen |
Budi Bowoleksono |
Mohammad Effendi |
Presiden Direktur |
Garibaldi Thohir |
Wakil Presiden Direktur |
Christian Ariano Rachmat |
Direktur |
Julius Aslan |
Chia Ah Hoo |
|
M. Syah Indra Aman |
|
Michael William P. Soeryadjaya |
Laporan Keuangan Adaro 2021
Entitas |
Jenis |
Jumlah |
Persentase |
PT Adaro Strategic Investment |
Lebih dari 5% |
14.045.425.500 |
43,91% |
Garibaldi Thohir |
Lebih dari 5% |
1.976.632.710 |
6,18% |
Lainnya |
Kurang dari 5% |
15.963.903.790 |
49,91% |
Saham Treasury |
Saham Treasury |
0 |
0% |
Edwin Soeryadjaya |
Komisaris |
1.051.738.544 |
3,29% |
Ir. Theodore Permadi Rachmat |
Komisaris |
812.988.601 |
2,54% |
Arini Saraswaty Subianto |
Komisaris |
79.975.750 |
0,25% |
Garibaldi Thohir |
Direksi |
1.976.632.710 |
6,18% |
Christian Ariano Rachmat |
Direksi |
16.000.000 |
0,05% |
Chia Ah Hoo |
Direksi |
9.593.500 |
0,03% |
Julius Aslan |
Direksi |
14.000.000 |
0,04% |
************
Bagian ini mengambil dari Adaro.com. Adaro di sini berbeda dengan PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), melainkan PT Adaro Indonesia. Namun demikian, karena pentingnya kontribusi Adaro Indonesia (AI) ke ADRO, maka kami sajikan di sini.
Sejarah Adaro
Sejarah Adaro dimulai dari guncangan minyak
dunia pada 1970-an.
Saat itu Pemerintah Indonesia merevisi kebijakan energinya, yang masih berfokus
kepada minyak dan gas, untuk mengikut sertakan batu bara sebagai bahan bakar
untuk penggunaan dalam negeri.
Dengan meningkatnya fokus terhadap batu bara pada 1976,
Departemen Pertambangan membagi Kalimantan Timur dan Selatan menjadi 8 blok
batu bara
dan membuka tender untuk blok-blok tersebut.
Perusahaan Pemerintah Spanyol, Enadimsa, memasang
tawaran untuk Blok 8 di wilayah Tanjung, Kalimantan Selatan, karena batu bara diketahui
keberadaannya di daerah tersebut dari singkapan yang telah dipetakan oleh
ahli-ahli geologi Belanda pada 1930-an dan dari perpotongan pada sumur minyak yang telah
dibor oleh Pertamina pada 1960-an.
Tidak ada perusahaan lain yang memasang
tawaran untuk blok tersebut, karena pada waktu itu lokasinya dianggap terlalu jauh di pedalaman dan memiliki kualitas batu bara yang rendah.
Mengapa ‘Adaro’?
Nama ‘Adaro’ dipilih oleh perusahaan Enadimsa
dalam rangka menghormati keluarga Adaro, yang sangat terkenal dalam sejarah
Spanyol, yang berperan besar dalam kegiatan penambangan di Spanyol selama
beberapa abad. Dengan demikian lahirlah PT Adaro Indonesia.
Perjanjian Kerjasama Batubara Adaro Indonesia
(CCA) ditandatangani pada 2 November 1982. Enadimsa melaksanakan kegiatan
eksplorasi di area perjanjian dari 1983 hingga 1989, ketika konsorsium yang
terdiri dari perusahaan Australia dan Indonesia membeli 80% kepemilikan Adaro
Indonesia dari Enadimsa.
Pada bagian awal tahun 1990-an, Adaro
melaksanakan studi kelayakan untuk meletakkan dasar pembangunan proyek.
Hal yang penting adalah memilih rute
transportasi untuk pengangkutan batu bara, dan keputusan diambil untuk membangun jalan
pengangkutan batubara sepanjang 80km yang terletak di sebelah barat Sungai
Barito, daripada membangun jalan sepanjang 130 km yang terletak sebelah timur
dari Adang Bay di pesisir Kalimantan karena akan lebih cepat dan murah, dan
terutama karena dapat menghindari jalan yang melintasi Pegunungan Meratus.
Produksi batu bara juga diputuskan
untuk dimulai dari tambang Paringin karena memiliki nilai panas yang lebih
tinggi daripada tambang Tutupan, dan juga tambang tersebut memiliki lapisan
penutup yang mengandung batulumpur, batuan keras yang cocok dalam konstruksi
jalan.
Pengembangan tambang ini dipercepat demi
membawa batu bara kepada pasar secepat mungkin untuk membangun basis pelanggan.
Perusahaan memutuskan untuk berintegrasi sebanyak
mungkin dengan masyarakat setempat, dimana seluruh karyawan, baik asing maupun
lokal, tinggal di kota-kota setempat, dan rekrutmen difokuskan pada masyarakat
setempat dengan komitmen untuk mengadakan pelatihan dalam skala besar.
Penggunaan jasa kontraktor secara maksimum
juga dijadikan fokus operasional, terutama jasa kontraktor dan pemasok lokal
bila memungkinkan.
Langkah yang pertama dalam pengembangan deposit batu bara adalah pengumpulan dana dan di bulan Mei 1990, dilakukan pendekatan dengan sejumlah bank untuk memperoleh pembiayaan proyek sebesar US$28 juta.
Namun semua bank yang didekati menolak
memberikan pembiayaan karena pertimbangan adanya masalah yang terkait dengan
kualitas batubara karena jenis batubara sub-bituminus Adaro belum
diperdagangkan secara internasional dengan volume yang signifikan dan pasar
domestik pada saat itu relatif kecil.
Ada keraguan tentang kelayakan konstruksi
jalan angkutan batubara, terutama karena 27 km dari jalan yang diusulkan
melintasi daerah rawa, yang bila dianggap layak secara teknis pun akan
menimbulkan biaya konstruksi yang tinggi.
Oleh karena itu, para pemegang saham memberikan
dana pembangunan sebesar US$20 juta dengan suku finansial komersial untuk konstruksi dan
pembangunan kegiatan operasional Adaro dengan syarat bahwa kebutuhan dana yang
lebih bersumber dari arus kas perusahaan.
Penambangan Perdana
Konstruksi jalan angkutan batubara dimulai
pada September 1990 dan menghabiskan waktu sekitar 1 tahun yang disebabkan
oleh kesulitan dalam peletakan jalan sepanjang 27 km di atas rawa-rawa di sisi
Sungai Barito.
Konstruksi sistem penghancuran, stockpiling dan pemuatan tongkang
sebesar 2 juta tonne per tahun di Sungai Kelanis dimulai pada Maret 1991.
Pit Paringin dengan lapisan tunggalnya setebal
30 meter dibuka pada Maret 1991 dengan menggunakan jasa kontraktor lokal.
Batu bara yang pertama diuji coba pada run-of-mine stockpile dan sampel
kemudian dikirim ke Australia untuk uji pembakaran.
Hasilnya baik dan menunjukkan beberapa potensi
hal positif dari penggunaan batubara pada pemanas komersial. Pembukaan resmi
tambang Paringin dilaksanakan pada Agustus 1991.
Selama 1990, dikembangkan suatu program
pemasaran yang berfokus pada pasar potensial dimana batu bara Adaro yang
mengandung tingkat sulfur dan abu yang sangat rendah dapat menawarkan manfaat
yang besar.
Untuk membantu kegiatan pemasaran, diputuskan
untuk mengadopsi merek dagang untuk batu bara yang akan mencerminkan kualitas-kualitas
tersebut dan setelah “aquacoal” didiskusikan dan ditolak, nama “envirocoal”
terpilih untuk digunakan sebagai merek batubara Adaro.
Penjualan pertama batu bara Adaro adalah kepada
Krupp Industries dari Jerman yang tertarik dengan karakter ramah lingkungan
Envirocoal.
Kapal perusahaan, MV Maersk Tanjong, yang
memiliki peralatan roda gigi dan pengeruknya sendiri berlayar ke Eropa pada 22
Oktober dengan 68,750 ton Envirocoal.
Setelah uji coba lebih lanjut, pengiriman
dilakukan pada 1992 kepada beberapa pelanggan potensial dan dengan penyelesaian
pembangunan infrastruktur batu bara dan pembentukan basis pelanggan, Adaro
dinyatakan beroperasi secara komersil pada 22 Oktober 1992.
Sejak hari-hari awal tersebut, tambang Adaro
Indonesia telah bertumbuh menjadi lokasi tambang tunggal terbesar di belahan
bumi bagian selatan, dan produksi telah bertumbuh dari awal mula 1 juta ton
pada 1992, dan beberapa tahun mencetak pertumbuhan yang luar biasa.
Sebagai contoh, pada 2006, Adaro Indonesia
meningkatkan produksi sebanyak lebih dari 28% dari tahun sebelumnya menjadi
34,4 juta ton.
Hingga hari ini, produksi dan penjualan batu bara Adaro
Indonesia telah memiliki tren pertumbuhan stabil. Terlepas dari tantangan
Pandemi Covid-19, total produksi tahun 2020 mencapai 54 juta ton.
0 Komentar